BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sistem
integumen adalah suatu sistem yang vital bagi kehidupan seluruh manusia, yang
terletak pada organ tubuh terluar,
melindungi bagian dalam tubuh, luas 1,5-2 m2, berat 15 % BB, yang
merupakan cermin kehidupan, dapat dilihat, diraba, dan hidup, sebagai penampilan & kepribadian . Tapi
bagaimana, apabila kulit kita mengalami gangguan, tentu saja ini akan
mempengaruhi dari sistem kerja lapisan
kulit lainnya dan membuat penampilan yang terkesan jelek. Dan salah satu dari
penyakit yang menyerang sistem integumen yang disebabkan oleh infeksi mikotik.
Agen mikotik
adalah jamur yang merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada
manusia.Invasi jamur (dermatofit) ke epidermis
dimulai dengan perlekatan (adherens)
artrokonodia pada keratinosit diikuti dengan penetrasi melalui atau diantara
sel epidermis sehingga menimbulkan reaksi dari hospes.
Tinea adalah jenis gangguan
kulit yang disebabkan oleh jamur.Tinea yang juga disebut dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung
zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan
kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita(jamur yang menyerang kulit).
Pertumbuhan
tinea terbatas pada lapisan kulit mati, tetapi didukung oleh lingkungan
setempat yang lembab dan hangat. Jamur ini telah berevolusi sehingga
kelangsungan hidup dan penyebaran spesiesnya tergantung pada infeksi manusia
atau hewan. Anda bisa mendapatkannya dengan menyentuh orang yang terinfeksi,
dari permukaan lembab seperti lantai kamar mandi, atau bahkan dari binatang
peliharaan. Bagaimana pun juga, Tinea harus dipikirkan sebagai keadaan yang
cukup serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita akibat tidak beratnya
tetapi gejala ini dapat mengalami ganguan body image dan juga dapat menyebabkan
berbagai komplikasi. Penderita akan mengalami keterbatasan dalam aktifitas
sehari-hari, sering meninggalkan sekolah bagi yang bersekolah atau pekerjaannya atau bagi yang telah
berkerja. Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di
Indonesia, oleh karena negara kita beriklim tropis dan kelembabannya tinggi.
Indonesia termasuk
wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur hingga dapat ditemukan hampir disemua
tempat. Menurut Adiguna (2004), sidensi penyakit jamur yang terjadi diberbagai
rumah sakit pendidikan di Indonesia berfariasi anatara 2,93-27,6 % meskipun
angka ini tidak menggambarkan populasi umum.
Dermatofita tumuh pada jaringan mati yang
mengalami keratinisasi menyebabkan eritema, vesikel, dan pruretus. Infeksi
dermatofita pada manusia disebabkan oleh tiga jenis jamur yaitu microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Ketiga sepesies jamur
ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia (Geofilik).
Infeksi Epidermophyton hanya di tularkan oleh
manusia sedangkan berbagai spesies Trichophyton
dan Microsporum dapat berasal dari
sumber manusia dan juga bukan manusia.
Indeksi dan prevalensi
dermatifitosis bervariasi tergantung jenis dari Dermatofiynta, usia, jenis
kelamin, dan geografi. Di Amerika Serikat Dermatofitosis meripakan 10-20%
kunjungan ke RS, Arizona Regional Medical Center bagian difisi poli jamur kulit
dan angka ini akan menigkat pada daerah yang lebih panas. Di RS Dr. Sardjito
tahun 2002-2004 menunjukan bahwa dermatofitosis menduduki peringkat ke dua
sedangkan dari sub bagian mikologi, Dermatofitosis sendiri menduduki pertama
atau kasus yang sering di jumpai (Dip/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin Rs Dr.
Sartdto, 2004).
Berdasarkan data
statistik di RS Dr. Jamil Padang, insedin relatif dari beberapa tipe klines
dermatofitosis adalah tinea kruris (33%), tinea korpis (18%), tinea pedis
(16%), tinea kapitis (14%), tinea manu (9%), dan Tinea Unguium (9%)
1.2 Tujuan
1) Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui semua informasi tentang penyakit Tinea Kapitis
2) Tujuan
Khusus
Setelah membaca dan memahami makalah ini diharapkan
pembaca dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
1.3 Manfaat
1) Dapat
memahami konsep Tinea Kapitis yang menyerang kulit dan rambut kepala
2) Dapat
memahami patofisiologi gambaran penyakit Tinea Kapitis secara menyeluruh
3) Dapat
menjalankan implikasi potofisiologi Tinea Kapitis dalam bidang keperawatan dan
dapat memahami peranan keperawatan dalam menghadapi penyakit tersebut.
BAB
II KONSEP PENYAKIT
2.1 Devinisi
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut
kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai
dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran
klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Tinea kapitis lebih banyak
terdapat pada anak-anak prapubertas (preadolescent).
2.2 Etiologi
Di Amerika Serikat 90% dari kasus tinea capitis
disebabkan oleh T. tonsurans, dan pada beberapa kasus disebabkan oleh M.
canis. Sebelumnya, sebagian besar kasus disebabkan oleh M. Audouinii, M.
gypseum, T. Mentagrophytes, dan T.rubrum. Di Eropa Timur dan Eropa Selatan
serta Afrika Utara kasus tinea kapitis sering disebabkan oleh T. Violaceum.
Kasus tinea kapitis di Indonesia dapat disebabkan oleh genus Microsporum
( M. Canis, M. Gypseum), T. Tonsurans dan T. Violaceum. Gambaran klinis
yang ditemukan juga akan berbeda dan akan dijelaskan lebih lanjut.
2.3 Epidemiologi
Tinea
kapitis adalah infeksi jamur yang mengenai anak – anak berumur antara 4 dan 14
tahun. Walaupun jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi penyebab lebih dari 90% kasus di
Amerika Utara dan United Kingdom.Di Amerika Serikat dan daerah lain di dunia, insidensi tinea capitis
meningkat. Di Afrika dan Amerika kejadian puncak dilaporkan terjadi pada anak
usia sekolah. 92,5% dermatofitosis pada anak-anak muda dari usia 10
tahun. Rentang usia tinea kapitis yaitu antara 3-7 tahun. Tinea kapitis
tersebar luas di beberapa daerah perkotaan, terutama pada anak-anak keturunan
Afro-Karibia, di Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Asia
Tenggara, tingkat infeksi telah dilaporkan telah menurun secara dramatis dari
14% (rata-rata anak-anak laki-laki dan perempuan) menjadi 1,2% dalam 50 tahun
terakhir karena peningkatan kondisi sanitasi umum dan kebersihan pribadi. Angka
insidensi dermatofitosis yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan
Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari prosentase terendah
sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta)
dari seluruh kasus dermatomikosis.
Angka kejadian tinea kapitis mungkin berbeda menurut jenis kelamin.
Mikrosporum audouini telah dilaporkan hingga 5 kali lebih sering terjadi pada
anak laki-laki dari pada anak perempuan. Setelah pubertas, sebaliknya pada
perempuan lebih banyak mungkin karena perempuan memiliki eksposur yang lebih
besar untuk anak yang terinfeksi dan mungkin karena faktor hormonal. Pada
infeksi oleh M canis rationya bervariasi, tetapi tingkat infeksi biasanya lebih
tinggi pada anak laki-laki. Infeksi Trichophyton pada anak perempuan dan
laki-laki mempunyai ratio yang sama, tetapi pada orang dewasa, wanita lebih sering
terinfeksi daripada pria. Tinea kapitis lebih banyak pada ras kulit hitam
dibandingkan kulit putih.
2.4 Patogenesis/Patofisiologi
Berdasarkan patogenesisnya
tinea kapitis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Lesi non inflamasi; disebabkan
invasi jamur ke batang rambut terutama oleh M.audouini dan penularan
dari anak ke anak melalui alat cukur rambut, penggunaan topi dan sisir yang
sama. M.canis dapat ditularkan melalui hewan peliharaan ke anak, dan
anak-anak.
2) Lesi inflamasi; disebabkan oleh T.
tonsurans, M. canis, T. verrucosum , dan lain-lain. Spora masuk melalui
celah di batang rambut atau kulit kepala sehingga menyebabkan infeksi klinis.
Trauma di kulit kepala juga membantu inokulasi. Dermatofit awalnya menyerang
stratum korneum kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi rambut. Menyebar
ke folikel rambut lain kemudian terjadi infeksi regresi dengan atau tanpa
respon peradangan. Gejala klinis bervariasi sesuai dengan jenis invasi rambut,
imun tubuh, dan tingkat respons inflamasi. Berdasarkan invasinya infeksi jamur
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Endothrix; infeksi di dalam
batang rambut tanpa merusak kutikula, biasanya oleh Trchophyton spp yang
ditandai dengan adanya rantai spora yang besar.
b.
Exothrix; infeksi terjadi
di batang rambut luar dan menyebabkan kerusakan kutikula. Biasanya disebabkan
oleh Microsporum spp.
2.5 Manifestasi Klinis
Berdasarkan gambaran
klinisnya, tinea kapitis dapat dibagi menjadi:
1)
Grey Patch Ringworm
Merupakan tinea kapitis yang
biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada
anak-anak. Penyakit ini dimulai dengan papul merah yang kecil disekitar rambut.
Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan
penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilau
lagi. Rambut menjadi mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah
dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut
terserang oleh jamur sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat
ini terlihat sebagai grey patch yang mempunyai batas tegas. Pada
pemeriksaan dengan lampu Wood dapat dilihat fluoresensi hijau kekuning-kuningan
pada rambut yang sakit melampaui batas grey patch tersebut. Tinea
kapitis yang disebabkan oleh M. audouini biasanya disertai tanda
peradangan ringan, hanya sesekali saja dapat terbentuk kerion.
2)
Kerion
Adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea
kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel
radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya M.canis dan M.gypseum pembentukan
kerion ini lebih sering dilihat dibandingkan bila penyebabnya T.tonsurans
dan T. Violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan
berakibat alopesia yang menetap.
3)
Black Dot Ringworm
Terutama disebabkan oleh T. tonsurans dan T. Violaceum.
Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan
genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat di muara
folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut
yang hitam di dalam folikel rambut ini memberikan gambaran yang khas, yaitu black
dot. Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke
bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapat biakan jamur.
4)
Tinea Kapitis Favosa
atau Favus
Kelainan pada rambut yang juga disertai oleh tinea
korporis. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah
kulit yang berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta berbentuk
cawan dengan berbagai ukuran.
Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau
dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan basah.
Rambut kemudian tidak berkilau lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati,
akhirnya akan mengakibatkan jaringan parut dan alopesia. Perbedaannya dengan
tinea korporis adalah pada tinea kapitis favosa tidak sembuh pada usia akil
balik dan dapat tercium bau tikus (mousy odor).
2.6 Pencegahan
Pencegahan
adalah segala upaya yang dilakukan agar sesuatu yang tidak diinginkan tidak
terjadi kepada seseorang. Diantaranya:
1)
Menjaga
kebersihan dan hindari kontak. Misalnya dengan
menggunakan ketokonazol atau sampo selenium.
2)
Penggunaan
anti jamur topikal, tetapi kurang efektif dalam terapi karena pengobatan harus
diperpanjang sampai gejala hilang dan hasil kultur negatif.
3)
Penggunaan anti jamur oral; sebagai drug of choice
digunakan Griseofulvin. Terbinafine jangka pendek, itrakonazol, dan flukonazol
telah terbukti relatif lebih aman dan berhasil dibandingkan dengan
Griseofulvin.
a. Griseofulvin
a)
Dosis anak-anak: 10 - 15 mg / kg per hari,
maksimum 500 mg/hari .
b)
Dosis dewasa: 500-1000mg/hari
Untuk kerion
stadium dini: diberikan kortikosteroid sistemik sebagai anti inflamasi yaitu
prednisone 3x5 mg atau prednisolon 3x4 mg sehari selama 2 minggu setelah
gejala klinis tidak ada.
Lama
pengobatan dengan menggunakan griseofulvin tergantung dari lokasi,
penyebab dan imunitas tubuh. Setelah sembuh dari gejala klinis
pengobatan tetap dilanjutkan sampai 2 minggu
untuk mencegah residif.
b. Terbinafine
dengan dosis 62,5 - 250 mg/hari tergantung berat badan. Terbinafine bersifat
fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3
minggu.
c. Itrakonazol 100mg kapsul atau larutan oral (10
mg / mL).
Lama pengobatan : 4 sampai 8 minggu
a) Dosis anak-anak
5 mg / kg per hari.
b) Dosis Dewasa 200 mg / hari.
d. Flukonazol
100 mg, 150 mg, 200mg tablet; larutan oral (10 mg / mL, 40 mg / mL).
Lama
pengobatan: 3-4 minggu .
a) Dosis anak-anak: 6 mg / kg per
hari selama 2 minggu
b) Dewasa 200 mg / hari
e. Ketokonazol
200 mg tablet. Lama pengobatan: 10 – 14 hari
pada pagi hari setelah makan.
a) Dosis anak-anak: 5 mg / kg per
hari.
b) Dosis Dewasa 200-400 mg / hari.
4. Antibiotik sistemik dapat diberikan pada infeksi sekunder S. aureus atau
infeksi streptokokus grup A.
2.7 Prognosis
Progmosi
dari Tinea Kapitis baik jika:
1. Faktor predisposisi dapat dihindarkan atau dihilangkan
2. Sumber
penularan dapat dihindarkan
3. Pengobatan
teratur dan tuntas
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Tinea kapitis adalah infeksi yang sering terjadi
pada anak-anak dengan bermacammacam gejala klinis. Keadaan penduduk yang padat
menyimpan jamur penyebab dan adanya karier asimtomatis yang tidak diketahui
menyebabkan prevalensipenyakit.
Tablet griseofulvin adalah pengobatan
yang efektif dan aman, sebagai obat lini pertama (gold standard). Obat lini kedua
yaitu ltrakonazol, terbinafin atau kalau terpaksa dengan flukanzo diberikan
untuk pasien yang tidak sembuh dengan griseofuvin, atau dapat sebagai obat
jamur lini pertama. Terapi ajuvan dengan shampo anti jamur untuk membasmi
serpihan (fomites) yang terinfeksi, mengevaluasi serta penanganan
kontak yang dekat dengan pasien.
3.2
Saran
Dengan
terselesaikannya makalah ini diharapkan mahasiswa Program Studi DIII Kerawatan
Universitas Bondowoso dapat memahami konsep patofisiologis Tinea Kapitis dengan
baik serta hubungannya dengan ilmu keperawatan yang tengah ditekuni. Hal
tersebut ditujukan agar mahasiswa Program Studi DIII Kerawatan Universitas
Bondowoso dapat memiliki kompetensi yang tinggi dalam perawatan terhadap Tinea
Kapitis. Serta mampu menjalankan peranan keperawatan baik untuk sasaran
perorangan atauupun komunitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Blog, Dokmud’s. 2010. Kulit
dan Kelamin.
Hhttp://dokmud.wordpress.com/2010/01/15/tinea-kapitis/
Moses, Enggrajati S. 2014. Tinea Kapitis
http://dokumen.tips/documents/tinea-kapitis.html
Elviana, Multia. 2014. Tinea Kapitis
http://multielviana.com/wordpress.com/2014/03/15/tines-kapitis/
LAMPIRAN
GAMBAR TINEA KAPITIS
Gmbar1. Tenia kapitis pada kulit kepala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar