Rabu, 22 November 2017

makalah Tinea Kapitis



BAB I PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Sistem integumen adalah suatu sistem yang vital bagi kehidupan seluruh manusia, yang terletak pada organ tubuh terluar, melindungi bagian dalam tubuh,  luas 1,5-2 m2, berat 15 % BB, yang merupakan cermin kehidupan, dapat dilihat, diraba, dan hidup, sebagai   penampilan & kepribadian . Tapi bagaimana, apabila kulit kita mengalami gangguan, tentu saja ini akan mempengaruhi dari sistem  kerja lapisan kulit lainnya dan membuat penampilan yang terkesan jelek. Dan salah satu dari penyakit yang menyerang sistem integumen yang disebabkan oleh infeksi mikotik.
Agen mikotik adalah jamur yang merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.Invasi jamur (dermatofit) ke epidermis dimulai dengan perlekatan (adherens) artrokonodia pada keratinosit diikuti dengan penetrasi melalui atau diantara sel epidermis sehingga menimbulkan reaksi dari hospes.
Tinea adalah jenis gangguan kulit yang disebabkan oleh jamur.Tinea yang juga disebut dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita(jamur yang menyerang kulit).
Pertumbuhan tinea terbatas pada lapisan kulit mati, tetapi didukung oleh lingkungan setempat yang lembab dan hangat. Jamur ini telah berevolusi sehingga kelangsungan hidup dan penyebaran spesiesnya tergantung pada infeksi manusia atau hewan. Anda bisa mendapatkannya dengan menyentuh orang yang terinfeksi, dari permukaan lembab seperti lantai kamar mandi, atau bahkan dari binatang peliharaan. Bagaimana pun juga, Tinea harus dipikirkan sebagai keadaan yang cukup serius karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita akibat tidak beratnya tetapi gejala ini dapat mengalami ganguan body image dan juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Penderita akan mengalami keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari, sering meninggalkan sekolah bagi yang bersekolah  atau pekerjaannya atau bagi yang telah berkerja. Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia, oleh karena negara kita beriklim tropis dan kelembabannya tinggi.
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur hingga dapat ditemukan hampir disemua tempat. Menurut Adiguna (2004), sidensi penyakit jamur yang terjadi diberbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia berfariasi anatara 2,93-27,6 % meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum.
 Dermatofita tumuh pada jaringan mati yang mengalami keratinisasi menyebabkan eritema, vesikel, dan pruretus. Infeksi dermatofita pada manusia disebabkan oleh tiga jenis jamur yaitu microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Ketiga sepesies jamur ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia (Geofilik).
Infeksi Epidermophyton hanya di tularkan oleh manusia sedangkan berbagai spesies Trichophyton dan Microsporum dapat berasal dari sumber manusia dan juga bukan manusia.
Indeksi dan prevalensi dermatifitosis bervariasi tergantung jenis dari Dermatofiynta, usia, jenis kelamin, dan geografi. Di Amerika Serikat Dermatofitosis meripakan 10-20% kunjungan ke RS, Arizona Regional Medical Center bagian difisi poli jamur kulit dan angka ini akan menigkat pada daerah yang lebih panas. Di RS Dr. Sardjito tahun 2002-2004 menunjukan bahwa dermatofitosis menduduki peringkat ke dua sedangkan dari sub bagian mikologi, Dermatofitosis sendiri menduduki pertama atau kasus yang sering di jumpai (Dip/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin Rs Dr. Sartdto, 2004).
Berdasarkan data statistik di RS Dr. Jamil Padang, insedin relatif dari beberapa tipe klines dermatofitosis adalah tinea kruris (33%), tinea korpis (18%), tinea pedis (16%), tinea kapitis (14%), tinea manu (9%), dan Tinea Unguium (9%)

1.2       Tujuan
1)      Tujuan Umum
Untuk mengetahui semua informasi tentang penyakit Tinea Kapitis

2)      Tujuan Khusus
Setelah membaca dan memahami makalah ini diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
1.3        Manfaat
1)      Dapat memahami konsep Tinea Kapitis yang menyerang kulit dan rambut kepala
2)      Dapat memahami patofisiologi gambaran penyakit Tinea Kapitis secara menyeluruh
3)      Dapat menjalankan implikasi potofisiologi Tinea Kapitis dalam bidang keperawatan dan dapat memahami peranan keperawatan dalam menghadapi penyakit tersebut.





















BAB II KONSEP PENYAKIT

2.1       Devinisi
                        Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion.  Tinea kapitis lebih banyak terdapat pada anak-anak prapubertas (preadolescent).

2.2       Etiologi
                        Di Amerika Serikat 90% dari kasus tinea capitis disebabkan oleh T. tonsurans, dan pada beberapa kasus disebabkan oleh M. canis. Sebelumnya, sebagian besar kasus disebabkan oleh M. Audouinii, M. gypseum, T. Mentagrophytes, dan T.rubrum. Di Eropa Timur dan Eropa Selatan serta Afrika Utara kasus tinea kapitis sering disebabkan oleh T. Violaceum.
Kasus tinea kapitis di Indonesia dapat disebabkan oleh genus Microsporum ( M. Canis, M. Gypseum), T. Tonsurans dan T. Violaceum. Gambaran klinis yang ditemukan juga akan berbeda dan akan dijelaskan lebih lanjut.

2.3       Epidemiologi
                        Tinea kapitis adalah infeksi jamur yang mengenai anak – anak berumur antara 4 dan 14 tahun. Walaupun jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi penyebab lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom.Di Amerika Serikat dan daerah lain di dunia, insidensi tinea capitis meningkat. Di Afrika dan Amerika kejadian puncak dilaporkan terjadi pada anak usia sekolah. 92,5%  dermatofitosis pada anak-anak muda dari usia 10 tahun. Rentang usia tinea kapitis yaitu antara 3-7 tahun. Tinea kapitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan, terutama pada anak-anak keturunan Afro-Karibia, di Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Asia Tenggara, tingkat infeksi telah dilaporkan telah menurun secara dramatis dari 14% (rata-rata anak-anak laki-laki dan perempuan) menjadi 1,2% dalam 50 tahun terakhir karena peningkatan kondisi sanitasi umum dan kebersihan pribadi. Angka insidensi dermatofitosis yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari prosentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis.
Angka kejadian tinea kapitis mungkin berbeda menurut jenis kelamin. Mikrosporum audouini telah dilaporkan hingga 5 kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Setelah pubertas, sebaliknya pada perempuan lebih banyak mungkin karena perempuan memiliki eksposur yang lebih besar untuk anak yang terinfeksi dan mungkin karena faktor hormonal. Pada infeksi oleh M canis rationya bervariasi, tetapi tingkat infeksi biasanya lebih tinggi pada anak laki-laki. Infeksi Trichophyton pada anak perempuan dan laki-laki mempunyai ratio yang sama, tetapi pada orang dewasa, wanita lebih sering terinfeksi daripada pria. Tinea kapitis lebih banyak pada ras kulit hitam dibandingkan kulit putih.

2.4       Patogenesis/Patofisiologi
Berdasarkan patogenesisnya tinea kapitis dapat dijelaskan sebagai berikut:
*               1)         Lesi non inflamasi; disebabkan invasi jamur ke batang rambut terutama oleh M.audouini dan penularan dari anak ke anak melalui alat cukur rambut, penggunaan topi dan sisir yang sama. M.canis dapat ditularkan melalui hewan peliharaan ke anak, dan anak-anak.
*               2)         Lesi inflamasi; disebabkan oleh T. tonsurans, M. canis, T. verrucosum , dan lain-lain. Spora masuk melalui celah di batang rambut atau kulit kepala sehingga menyebabkan infeksi klinis. Trauma di kulit kepala juga membantu inokulasi. Dermatofit awalnya menyerang stratum korneum kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi rambut. Menyebar ke folikel rambut lain kemudian terjadi infeksi regresi dengan atau tanpa respon peradangan. Gejala klinis bervariasi sesuai dengan jenis invasi rambut, imun tubuh, dan tingkat respons inflamasi. Berdasarkan invasinya infeksi jamur dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Endothrix; infeksi di dalam batang rambut tanpa merusak kutikula, biasanya oleh Trchophyton spp yang ditandai dengan adanya rantai spora yang besar.
b.      Exothrix; infeksi terjadi di batang rambut luar dan menyebabkan kerusakan kutikula. Biasanya disebabkan oleh Microsporum spp.

2.5       Manifestasi Klinis
Berdasarkan gambaran klinisnya, tinea kapitis dapat dibagi menjadi:
1)      Grey Patch Ringworm
 Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit ini dimulai dengan papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilau lagi. Rambut menjadi mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey patch yang mempunyai batas tegas. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood dapat dilihat fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melampaui batas grey patch tersebut. Tinea kapitis yang disebabkan oleh M. audouini  biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sesekali saja dapat terbentuk kerion.
2)      Kerion
Adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya M.canis dan M.gypseum pembentukan kerion ini lebih sering dilihat dibandingkan bila penyebabnya T.tonsurans dan T. Violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap.



3)      Black Dot Ringworm
Terutama disebabkan oleh T. tonsurans dan T. Violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat di muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberikan gambaran yang khas, yaitu black dot.  Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapat biakan jamur.
4)      Tinea Kapitis Favosa atau Favus
Kelainan pada rambut yang juga disertai oleh tinea korporis. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan dengan berbagai ukuran.                                                  
Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan basah. Rambut kemudian tidak berkilau lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, akhirnya akan mengakibatkan jaringan parut dan alopesia. Perbedaannya dengan tinea korporis adalah pada tinea kapitis favosa tidak sembuh pada usia akil balik dan dapat tercium bau tikus (mousy odor).

2.6       Pencegahan
                        Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar sesuatu yang tidak diinginkan tidak terjadi kepada seseorang. Diantaranya:
1)      Menjaga kebersihan dan hindari kontak. Misalnya dengan  menggunakan ketokonazol atau sampo selenium.
2)      Penggunaan anti jamur topikal, tetapi kurang efektif dalam terapi karena pengobatan harus diperpanjang sampai gejala hilang dan hasil kultur negatif.
3)      Penggunaan anti jamur oral; sebagai drug of choice digunakan Griseofulvin. Terbinafine jangka pendek, itrakonazol, dan flukonazol telah terbukti relatif lebih aman dan berhasil dibandingkan dengan Griseofulvin.  
a.    Griseofulvin
a)      Dosis anak-anak:  10 - 15 mg / kg per hari, maksimum 500 mg/hari .
b)      Dosis dewasa:  500-1000mg/hari
Untuk kerion stadium dini: diberikan kortikosteroid sistemik sebagai anti inflamasi yaitu prednisone 3x5 mg atau  prednisolon 3x4 mg sehari selama 2 minggu setelah gejala klinis tidak ada.
Lama pengobatan dengan menggunakan griseofulvin    tergantung dari lokasi, penyebab dan imunitas tubuh.   Setelah sembuh dari gejala klinis pengobatan tetap       dilanjutkan sampai 2 minggu untuk mencegah residif.
b.    Terbinafine dengan dosis 62,5 - 250 mg/hari tergantung berat badan. Terbinafine bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu.
c.     Itrakonazol 100mg kapsul atau larutan oral (10 mg / mL).
Lama pengobatan : 4 sampai 8 minggu
a)     Dosis anak-anak 5 mg / kg per hari.
b)    Dosis Dewasa 200 mg / hari.
d.    Flukonazol 100 mg, 150 mg, 200mg tablet; larutan oral (10 mg / mL, 40 mg / mL).
 Lama pengobatan: 3-4 minggu .
a)     Dosis anak-anak:  6 mg / kg per hari selama 2 minggu
b)     Dewasa 200 mg / hari
e.    Ketokonazol 200 mg tablet. Lama pengobatan: 10 – 14 hari pada pagi hari setelah makan.

a)     Dosis anak-anak:  5 mg / kg per hari.
b)    Dosis Dewasa 200-400 mg / hari.
4.    Antibiotik sistemik dapat diberikan pada infeksi sekunder S. aureus atau infeksi streptokokus grup A.

2.7       Prognosis
Progmosi dari Tinea Kapitis baik jika:
1.      Faktor predisposisi dapat dihindarkan atau dihilangkan
2.      Sumber penularan dapat dihindarkan
3.      Pengobatan teratur dan tuntas




BAB III PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Tinea kapitis adalah infeksi yang sering terjadi pada anak-anak dengan bermacammacam gejala klinis. Keadaan penduduk yang padat menyimpan jamur penyebab dan adanya karier asimtomatis yang tidak diketahui menyebabkan prevalensipenyakit.
Tablet griseofulvin adalah pengobatan yang efektif dan aman, sebagai obat lini pertama (gold standard). Obat lini  kedua yaitu ltrakonazol, terbinafin atau kalau terpaksa dengan flukanzo diberikan untuk pasien yang tidak sembuh dengan griseofuvin, atau dapat sebagai obat jamur lini pertama. Terapi ajuvan dengan shampo anti jamur untuk membasmi serpihan (fomites) yang terinfeksi, mengevaluasi serta penanganan kontak yang dekat dengan pasien.

3.2              Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini diharapkan mahasiswa Program Studi DIII Kerawatan Universitas Bondowoso dapat memahami konsep patofisiologis Tinea Kapitis dengan baik serta hubungannya dengan ilmu keperawatan yang tengah ditekuni. Hal tersebut ditujukan agar mahasiswa Program Studi DIII Kerawatan Universitas Bondowoso dapat memiliki kompetensi yang tinggi dalam perawatan terhadap Tinea Kapitis. Serta mampu menjalankan peranan keperawatan baik untuk sasaran perorangan atauupun komunitas.


DAFTAR PUSTAKA

Blog, Dokmud’s. 2010.  Kulit dan Kelamin.
Hhttp://dokmud.wordpress.com/2010/01/15/tinea-kapitis/
Moses, Enggrajati S. 2014. Tinea Kapitis
http://dokumen.tips/documents/tinea-kapitis.html
Elviana, Multia. 2014. Tinea Kapitis
http://multielviana.com/wordpress.com/2014/03/15/tines-kapitis/
LAMPIRAN


GAMBAR TINEA KAPITIS

Tinea-kapitis7.jpg
Gmbar1. Tenia kapitis pada kulit kepala


*      

                       




                       
                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

alat pemeriksaan mata

1.        OFTALMOSKOP Alat ini mula-mula dipakai oleh Helmholtz (1851). Prinsip   pemeriksaan dengan opthalmoskop untuk menge...